Skip to main content

Waspada Kanker Serviks, Kombinasi Papsmear & Vaksin

RUTIN papsmear tidak menjamin seorang wanita terbebas sepenuhnya dari kanker serviks. Lengkapi dengan vaksinasi sebagai upaya pencegahan primer dari kanker tersebut.

Sebagai seorang dokter kandungan, Irene tentu memiliki tingkat kewaspadaan lebih baik terhadap penyakit. Namun, kenyataan bahwa HPV (human pappiloma virus) penyebab kanker serviks menginfeksi rahimnya tidak pernah terpikir sebelumnya. "Setahun setelah menikah, saya rutin papsmear setahun sekali, dan saya juga tidak ada riwayat keluarga penderita kanker serviks," tuturnya.

Dokter cantik yang praktik di Medika Plaza Jakarta itu mengisahkan awalnya merasakan ketidaknyamanan pada sistem reproduksinya, yakni ketika durasi menstruasinya berubah dari dua hari menjadi seminggu. "Sejak awal saya menstruasi terbiasa dua hari. Namun, enam bulan setelah terkena demam berdarah, tepatnya pada Februari 2001, mens saya berubah jadi seminggu. Pernah juga baru selesai menstruasi, beberapa hari kemudian kok sudah mens lagi," kenangnya.



Kejanggalan itu awalnya disangka sebagai gangguan hormonal. Namun, hasil tes menyatakan tak ada masalah. Demikian halnya papsmear dan kuret rahim yang dijalaninya tak menemukan indikasi penyakit. "Semua tes menyatakan saya sehat, tapi saya merasa tidak nyaman karena mens saya makin tidak karuan, darah yang keluar kadang banyak sekali disertai sakit di perut bagian bawah dan sekitar pinggang," paparnya.

Ketidaknyamanan itu kemudian mendorong Irene untuk melakukan operasi pengangkatan rahim. "Saya pikir, buat apa nyimpen penyakit. Diangkat sajalah," katanya. Akhirnya pada Juli 2001, pada usianya yang ke-43, rahim ibu empat anak ini diangkat. Pascaoperasi, rahim Irene yang sebesar telur ayam dan tampak sehat tanpa adanya pembengkakan itu diperiksa di laboratorium patologi. Hasilnya, ditemukan infeksi HPV di area rahim dan leher rahim (serviks).

"Tapi letaknya tidak di permukaan serviks, melainkan tersembunyi di area dalam, di antara lekukan serviks dan rahim," kata Irene yang kemudian melakukan vaksinasi HPV pada 2007 silam. "Saya bersyukur karena penyakit ini belum menyebar, tapi HPV tipe lain juga bisa menyerang lagi kapan pun. Makanya saya putuskan untuk divaksin," kata wanita berkulit putih itu.

Irene termasuk wanita yang beruntung karena segera menyadari adanya ketidakberesan pada tubuhnya dan segera bertindak mengatasinya. Namun, berapa banyak wanita di dunia ini yang tidak menyadari kehadiran HPV dan hidupnya berakhir di ujung penyakit bernama kanker serviks? Menurut WHO, tiap tahun di seluruh dunia 490.000 perempuan didiagnosis menderita kanker serviks, dan 240.000 di antaranya meninggal dunia. Angka ini setara dengan satu kematian tiap dua menit.

"Di Indonesia sendiri, setiap hari ditemukan 41 kasus baru dengan 20 kematian per hari. Sekitar 80 persen kasus kanker serviks juga terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia," sebut spesialis kebidanan dan kandungan dari FKUI/RSCM Jakarta, Dr dr Dwiana Ocviyanti SpOG (K), yang akrab disapa Ovy.

Separuh dari wanita yang terdiagnosis kanker serviks berusia antara 35-55 tahun. Sungguh ironis karena rentang usia tersebut seorang wanita biasanya masih aktif berkarier dan mengurus keluarga. Itulah sebabnya, semua wanita yang sudah menikah atau pernah berhubungan seksual disarankan melakukan deteksi dini dengan papsmear, yakni pengambilan sel dari serviks untuk diperiksa dengan mikroskop, guna mengetahui adanya kelainan pada serviks. Papsmear "diwajibkan" setidaknya tiga tahun setelah menikah atau berhubungan intim, dan sebaiknya rutin dilakukan setahun sekali.

Namun, pemeriksaan ini juga memiliki keterbatasan karena sifatnya yang subjektif. Diperkirakan, 25 persen kegagalan skrining dengan papsmear karena kesalahan dalam cervical sampling atau dalam menginterpretasi hasilnya. Dengan metode konvensional, preparat sering kali mengandung darah, lendir, sel-sel inflamasi, dan sel-sel yang menumpuk sehingga menurunkan akurasi interpretasinya. "Kegagalan papsmear berkisar 10 persen-60 persen," kata Ovy.

Nah, saat ini kanker serviks bisa dikatakan sebagai satusatunya kanker yang dapat dicegah melalui vaksinasi. Untuk itu, selain rutin papsmear, upaya memproteksi diri dari kanker rahim hendaknya dilengkapi dengan vaksinasi HPV. Vaksin ini efektif diberikan pada wanita semua umur, dan dapat diberikan sejak usia 9 tahun. Di Indonesia, vaksin ini sudah mulai digunakan sejak Juni 2007 dan bisa diberikan mulai usia 14 tahun dengan tiga kali injeksi.


Sumber: www.lifestyle.okezone.com

Comments

Popular posts from this blog

Menghilangkan Batu Empedu Secara Alamiah

Menghilangkan Batu Empedu Secara Alamiah oleh Dr Lai Chiu-Nan Ini telah berhasil bagi banyak orang. Apabila kejadian anda demikian juga, ayolah beritahu pada orang lain. Dr. Chiu-Nan sendiri tak memungut biaya untuk informasinya ini, karena itu sebaiknya kita buat ini gratis juga. Ganjarannya adalah bila ada orang yang karena informasi yang anda berikan menjadi sehat. Batu empedu tak banyak dirisaukan orang, tapi sebenarnya semua perlu tahu karena kita hampir pasti mengindapnya. Apalagi karena batu empedu bisa berakhir dengan penyakit kanker. "Kanker sendiri tidak pernah muncul sebagai penyakit pertama" kata Dr.Chiu-Nan. "Umumnya ada penyakit lain yang mendahuluinya. Dalam penelitian di Tiongkok saya menemukan bacaan bahwa orang-orang yang terkena kanker biasanya ada banyak batu dalam tubuhnya. Dalam kantung empedu hampir semua dari kita mengandung batu empedu. Perbedaannya hanya dalam ukuran dan jumlah saja. Gejala adanya batu empedu biasanya adalah perasaan pen

Garis Besar Usaha Kesehatan

PROMOTIF, PREVENTIF, KURATIF, REHABILITATIF Dalam garis besar usaha kesehatan, dapat dibagi dalam 3 golongan, yaitu : 1. Usaha pencegahan (usaha preventif) Upaya preventif adalah sebuah usaha yang dilakukan individu dalam mencegah terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan. Prevensi secara etimologi berasal dari bahasa latin, pravenire yang artinya datang sebelum atau antisipasi atau mencegah untuk tidak terjadi sesuatu. Dalam pengertian yang sangat luas, prevensi diartikan sebagai upaya secara sengaja dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan, kerusakan, atau kerugian bagi seseorang atau masyarakat Upaya preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguan kesehatan individu, keluarga,  kelompok dan masyarakat. Usaha-usaha yang dilakukan, yaitu : Pemeriksaan kesehatan secara berkala (balita, bumil, remaja, usila,dll) melalui posyandu, puskesmas, maupun kunjungan rumah Pemberian Vitamin A, Yodium melalui posyandu, puskesmas, maupun dirumah Pemeriksaan dan p

Kenali Beberapa Pemicu Bayi Besar

Badan yang subur acap kali dijadikan salah satu indikator kemakmuran seseorang. Demikian halnya anggapan yang salah di kalangan masyarakat yang kerap menganggap anak gemuk itu lucu dan sehat. Padahal tidak demikian, kelebihan berat badan (overweight) apalagi obesitas saat ini sudah menjadi sebuah epidemi global yang perlu segera diatasi dan dicegah karena dapat menyebabkan beragam masalah kesehatan. Tak hanya pada orang dewasa, kegemukan yang terjadi sejak masa kanak-kanak dapat menyuramkan kondisi kesehatan si anak pada kemudian hari. Dengan kata lain, anak yang kegemukan sejak kecil diprediksi bakal lebih cepat mengalami gangguan kesehatan. Sejumlah studi bahkan menyimpulkan, anak-anak yang kelebihan berat badan sejak usia kurang dari 10 tahun akan menghadapi ancaman stroke pada usia 40, bahkan bisa dimulai sejak usia 30. Cukup menyeramkan kan? Nah, terkait janin besar, memang ada kemungkinan si bayi mencapai berat badan normal seiring pertumbuhannya. Namun, perlu dipahami bahwa bobo