Skip to main content

Waspada, Diabetes Tingkatkan Risiko Alzheimer!

SETELAH terbukti dapat menyebabkan demensia atau kepikunan, penyakit diabetes ternyata juga meningkatkan risiko seseorang menderita alzheimer. Kemungkinannya bisa mencapai enam kali lipat.

Dua penyakit yang paling umum dan ditakuti di seluruh dunia yaitu diabetes tipe 2 dan alzheimer ternyata memiliki hubungan erat. Penelitian terbaru menyebutkan, pasien resistensi insulin atau menderita diabetes tipe 2 terbukti meningkatkan risiko pembentukan plak atau kerusakan otak yang terkait dengan penyakit alzheimer.

Setelah digabungkan dengan faktor risiko lain, penelitian yang berlangsung di Jepang menemukan fakta bahwa orang dengan tingkat insulin tertinggi pada saat puasa mendapati enam kali kemungkinan untuk penimbunan plak antarsaraf di otak, dibandingkan dengan orang dengan tingkat insulin rendah. Selain itu, mereka dengan skor tertinggi pada ukuran resistensi insulin (di mana sel-sel menjadi kurang mampu menggunakan insulin secara efektif akan memiliki sekitar lima kali kemungkinan memiliki plak di otak mereka dibandingkan dengan skor rendah pada tes resistensi insulin).



Alzheimer sendiri adalah jenis kepikunan yang parah karena dapat melumpuhkan pikiran dan kecerdasan seseorang. Biasanya diderita oleh orang lanjut usia. Keadaan ini ditunjukkan dengan kemunduran fungsi intelektual dan emosional secara progresif dan perlahan sehingga mengganggu kegiatan sosial sehari-hari.

”Terbukti, risiko penimbunan plak yang mengakibatkan patologi penyakit alzheimer telah berhubungan linear dengan faktorfaktor yang memengaruhi diabetes,” kata salah seorang penulis studi, Dr Kensuke Sasaki, yang juga seorang asisten profesor di Departemen Saraf di Kyushu University Fukuoka, Jepang seperti dikutip laman healthday.com.

Hasil penelitian ini dipublikasikan secara online pada 25 Agustus di jurnal Neurology. Saat ini penderita kedua penyakit yaitu diabetes tipe 2 dan alzheimer telah meningkat dengan cepat setiap tahunnya sehingga para ahli khawatir penyakit tersebut dapat menjadi beban sistem layanan kesehatan di setiap negara jika tidak dicegah secara dini. Meskipun berbagai studi telah menemukan hubungan antara penurunan kognitif dan demensia dari seseorang penderita diabetes tipe 2, tetapi studi terbaru tersebut berusaha untuk menemukan alasan dibalik itu. Peneliti menggunakan hasil autopsi dari 135 orang Jepang berusia dewasa.

Mereka membandingkan dari beberapa indikator berbeda terkait hubungan antara resistensi insulin atau diabetes tipe 2 dan pengembangan deposit plak di antara saraf otak (neuritic plaques) atau rangkaian kusut neurofibrillary yang ditemukan dalam sel-sel mati dalam otak.Banyak ahli memperkirakan, plak dan kusutnya saraf menjadi dua penyebab utama dari kerusakan jaringan otak yang terjadi pada penderita penyakit alzheimer.

Semua hasil autopsi pada penelitian ini berasal dari pasien yang meninggal antara tahun 1998 dan 2003. Sebelumnya, pada 1988, mereka telah menjalani berbagai tes sebagai bagian dari studi berkelanjutan pada otak dan kesehatan jantung, termasuk tes 2 jam uji toleransi glukosa oral, puasa gula darah dan insulin, dan pengukuran resistansi insulin menggunakan tes disebut homeostasis assessment of insulin resistance (HOMA-IR).

Para peneliti lalu menyesuaikan data termasuk mengontrol umur, jenis kelamin, tekanan darah, kolesterol, indeks massa tubuh, merokok, olahraga, dan penyakit serebrovaskular. Mereka tidak menemukan hubungan antara faktor-faktor risiko diabetes dan penyebab kusutnya saraf. Namun, gula darah tinggi akibat dua jam setelah makan, kadar insulin puasa tinggi dan skor HOMA-IR tinggi berhubungan dengan peningkatan risiko pengembangan luka di otak. Ketika peneliti membandingkan berbagai faktor risiko diabetes lainnya, seperti insulin saat puasa, mereka juga menemukan adanya hubungan linier dengan terjadinya plak. Tingkat insulin saat puasa itu dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu rendah, menengah, dan tinggi.

Kelompok rendah tidak memiliki peningkatan risiko terjadi plak, sementara kelompok menengah memiliki lebih dari dua kali risiko adanya plak dan orang-orang dalam kelompok berisiko tinggi enam kali lebih tinggi terjadi plak dibandingkan pada kelompok rendah.

Para peneliti juga melakukan analisis terpisah untuk melihat apakah keberadaan gen terlibat secara mendalam untuk terjadinya penyakit alzheimer (ApoE4), yang akan memiliki efek pada hubungan antara faktor-faktor risiko diabetes dan pengembangan plak. Hasilnya benar, mereka yang terdapat gen ApoE4 terbukti memiliki hubungan kuat antara kadar gula darah tinggi, resistensi insulin dan insulin puasa, serta pengembangan plak.

”Penelitian lalu telah menghubungkan diabetes dengan demensia, dan mungkin untuk alzheimer. Studi ini merupakan bagian kecil dari sejumlah bukti untuk menegaskan bahwa kita sebaiknya segera menangani permasalahan ini,” kata Dr Richard Bergenstal, ketua bidang kedokteran dan ilmu pengetahuan di American Diabetes Association.

Bergenstal menyatakan, temuan studi ini mungkin berlaku buat penderita kedua tipe yaitu tipe 1 dan tipe 2 diabetes. Mungkin juga berlaku untuk orang-orang dengan pradiabetes. ”Penelitian ini menyeruak langsung ke topik utama hubungan antara diabetes dan penyakit alzheimer. Persoalan ini memang secara agresif sedang banyak diteliti oleh para ahli untuk sejumlah alasan,” ujar William Thies, petugas medis dan kepala bagian ilmiah di Alzheimer’s Association.


(Koran SI/Koran SI/tty)
http://lifestyle.okezone.com

Comments

Popular posts from this blog

Menghilangkan Batu Empedu Secara Alamiah

Menghilangkan Batu Empedu Secara Alamiah oleh Dr Lai Chiu-Nan Ini telah berhasil bagi banyak orang. Apabila kejadian anda demikian juga, ayolah beritahu pada orang lain. Dr. Chiu-Nan sendiri tak memungut biaya untuk informasinya ini, karena itu sebaiknya kita buat ini gratis juga. Ganjarannya adalah bila ada orang yang karena informasi yang anda berikan menjadi sehat. Batu empedu tak banyak dirisaukan orang, tapi sebenarnya semua perlu tahu karena kita hampir pasti mengindapnya. Apalagi karena batu empedu bisa berakhir dengan penyakit kanker. "Kanker sendiri tidak pernah muncul sebagai penyakit pertama" kata Dr.Chiu-Nan. "Umumnya ada penyakit lain yang mendahuluinya. Dalam penelitian di Tiongkok saya menemukan bacaan bahwa orang-orang yang terkena kanker biasanya ada banyak batu dalam tubuhnya. Dalam kantung empedu hampir semua dari kita mengandung batu empedu. Perbedaannya hanya dalam ukuran dan jumlah saja. Gejala adanya batu empedu biasanya adalah perasaan pen

Garis Besar Usaha Kesehatan

PROMOTIF, PREVENTIF, KURATIF, REHABILITATIF Dalam garis besar usaha kesehatan, dapat dibagi dalam 3 golongan, yaitu : 1. Usaha pencegahan (usaha preventif) Upaya preventif adalah sebuah usaha yang dilakukan individu dalam mencegah terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan. Prevensi secara etimologi berasal dari bahasa latin, pravenire yang artinya datang sebelum atau antisipasi atau mencegah untuk tidak terjadi sesuatu. Dalam pengertian yang sangat luas, prevensi diartikan sebagai upaya secara sengaja dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan, kerusakan, atau kerugian bagi seseorang atau masyarakat Upaya preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguan kesehatan individu, keluarga,  kelompok dan masyarakat. Usaha-usaha yang dilakukan, yaitu : Pemeriksaan kesehatan secara berkala (balita, bumil, remaja, usila,dll) melalui posyandu, puskesmas, maupun kunjungan rumah Pemberian Vitamin A, Yodium melalui posyandu, puskesmas, maupun dirumah Pemeriksaan dan p

Kenali Beberapa Pemicu Bayi Besar

Badan yang subur acap kali dijadikan salah satu indikator kemakmuran seseorang. Demikian halnya anggapan yang salah di kalangan masyarakat yang kerap menganggap anak gemuk itu lucu dan sehat. Padahal tidak demikian, kelebihan berat badan (overweight) apalagi obesitas saat ini sudah menjadi sebuah epidemi global yang perlu segera diatasi dan dicegah karena dapat menyebabkan beragam masalah kesehatan. Tak hanya pada orang dewasa, kegemukan yang terjadi sejak masa kanak-kanak dapat menyuramkan kondisi kesehatan si anak pada kemudian hari. Dengan kata lain, anak yang kegemukan sejak kecil diprediksi bakal lebih cepat mengalami gangguan kesehatan. Sejumlah studi bahkan menyimpulkan, anak-anak yang kelebihan berat badan sejak usia kurang dari 10 tahun akan menghadapi ancaman stroke pada usia 40, bahkan bisa dimulai sejak usia 30. Cukup menyeramkan kan? Nah, terkait janin besar, memang ada kemungkinan si bayi mencapai berat badan normal seiring pertumbuhannya. Namun, perlu dipahami bahwa bobo