JIKA Anda beranggapan stres dapat melonjakkan berat badan, sebaiknya penilaian tersebut harus dibuang jauh-jauh. Berdasarkan penelitian terbaru di Inggris, tidak ada hubungan signifikan antara stres yang diderita dan naiknya berat badan.
Hasil penelitian ini memang sungguh mengejutkan. Mereka menganalisis 32 studi yang sudah diterbitkan sebelumnya dan menemukan bahwa mayoritas studi tidak menunjukkan hubungan antara tingkat stres dan penambahan berat badan seseorang selama beberapa tahun.
Dan, ketika para peneliti menggabungkan hasil penelitian itu seluruhnya— yang dikenal sebagai analisis meta—hanya terdapat hubungan yang moderat antara stres dan berat badan.
“Ketika kami memulai analisis meta ini, kami mengasumsikan bahwa akan ada hubungan substansial antara stres dan obesitas karena pandangan lazim selama ini menyebutkan stres memberikan kontribusi terhadap berat badan,” kata peneliti pendamping, Dr Andrew Steptoe, dari University College London, Inggris, seperti dikutip Reuters Health.
“Tetapi jika kita melihat lebih hatihati pada studi ilmiah yang berjalan dengan baik, maka efeknya memang kecil,” ujar Steptoe.
Menurut dia, dari hasil penelitian ini, bukan berarti bahwa stres tidak dapat memiliki pengaruh yang nyata terhadap berat badan beberapa orang, Pengaruh rata-rata stres terhadap berat badan mungkin kecil, tetapi mungkin ada variasi yang berbeda di antara beberapa individu.
Jika melihat pola makan seseorang misalnya. Steptoe mencatat beberapa orang mungkin meningkatkan konsumsi makanan mereka saat sedang stres, sementara yang lain mungkin berhenti dan kehilangan selera makan. Selain itu, dia menyebutkan, berbagai jenis stres, baik yang terkait dengan pekerjaan, pengasuhan, maupun kejadian tertentu dalam kehidupan, mungkin memiliki dampak yang berbeda terhadap berat badan.
Meneliti berbagai pertanyaan yang masih menjadi misteri memang berada di luar lingkup data yang didapatkan Steptoe dan koleganya. Untuk menguak lebih dalam soal ini, tim peneliti yang dipimpin Dr Jane Wardle, juga dari University College London, menganalisis 32 studi internasional yang dilakukan terutama pada 1990-an dan 2000-an.
Semua penelitian menilai tingkat stres peserta studi, kemudian memantau subjek dari waktu ke waktu untuk melihat apakah ada hubungan antara stres dan berat badan berikutnya. Sebagian besar studi memantau peserta selama satu sampai tujuh tahun, tetapi beberapa di antaranya merupakan proyek jangka panjang yang memantau partisipan selama lebih dari 38 tahun.
Beberapa penelitian difokuskan pada tingkat stres peserta di tempat kerja, sementara yang lain mengukur tingkat stres dalam kejadian yang umum terjadi dalam kehidupan, meliputi trauma besar seperti mengalami penyakit serius atau perceraian dan masalah kehidupan sehari-hari.
Secara keseluruhan, para peneliti mengemukakan, 69 persen dari studi tersebut tidak menemukan adanya hubungan yang jelas antara tingkat stres dan berat badan.
Sekitar 25 persen studi mengaitkan tingkat stres yang lebih tinggi dengan penambahan berat badan yang lebih banyak, dan 6 persen sisanya menemukan bukti bahwa tingkat stres yang lebih tinggi terkait dengan penurunan berat badan dari waktu ke waktu. Ketika tim Wardle mengumpulkan hasil dari semua studi, mereka menemukan hubungan yang sederhana antara tingginya tingkat stres dan penambahan berat badan yang lebih banyak.
Secara umum, hubungan antara stres dan berat badan lebih kuat terjadi pada pria daripada wanita. Kata Steptoe, ini sebuah temuan menarik karena selama ini muncul “mitos” yang berlangsung di masyarakat bahwa stres memiliki dampak yang lebih besar pada berat badan wanita. Salah satu batasan dari studi ini, menurut para peneliti, mereka tidak bisa memeriksa adanya gangguan psikologis yang diidap para partisipan.
Penelitian ini hanya difokuskan pada paparan stres, dan tidak. Misalnya, apakah orang yang menderita depresi dalam merespons adanya penyebab gangguan tersebut. “Pesan umum (dalam studi ini) adalah berdasarkan penelitian ilmiah terbaik saat ini, stres tidak mungkin memainkan peran utama dalam meningkatkan berat badan atau obesitas bagi kebanyakan orang,” kata Steptoe.
“Bisa jadi beberapa orang lebih terpengaruh daripada yang lain,” tambahnya. “Tetapi lebih sedikit yang diketahui tentang hal ini (hubungan stres dan berat badan) saat ini,” kata Steptoe. Dia dan rekan-rekannya menyerukan lebih banyak penelitian tentang faktorfaktor yang mungkin dapat menjelaskan mengapa ada orang yang mengonsumsi makanan dalam respons terhadap stres dan yang lain tidak.
(SINDO//tty)
http://lifestyle.okezone.com
Sebagian besar orang percaya bahwa stres dapat menyebabkan berat badan merangkak naik. Namun, penelitian terbaru menepis anggapan tersebut. Dalam kesimpulannya, rata-rata stres memiliki sedikit efek jangka panjang terhadap berat badan. Padahal, mengacu pada pengertian luas, stres selama ini merupakan faktor penting dalam menaikkan berat badan. Biasanya saat stres, orang cenderung mengonsumsi junk food atau sedikit berolahraga.
![]() |
Stres Tak Sebabkan Kenaikan Berat Badan |
Dan, ketika para peneliti menggabungkan hasil penelitian itu seluruhnya— yang dikenal sebagai analisis meta—hanya terdapat hubungan yang moderat antara stres dan berat badan.
“Ketika kami memulai analisis meta ini, kami mengasumsikan bahwa akan ada hubungan substansial antara stres dan obesitas karena pandangan lazim selama ini menyebutkan stres memberikan kontribusi terhadap berat badan,” kata peneliti pendamping, Dr Andrew Steptoe, dari University College London, Inggris, seperti dikutip Reuters Health.
“Tetapi jika kita melihat lebih hatihati pada studi ilmiah yang berjalan dengan baik, maka efeknya memang kecil,” ujar Steptoe.
Menurut dia, dari hasil penelitian ini, bukan berarti bahwa stres tidak dapat memiliki pengaruh yang nyata terhadap berat badan beberapa orang, Pengaruh rata-rata stres terhadap berat badan mungkin kecil, tetapi mungkin ada variasi yang berbeda di antara beberapa individu.
Jika melihat pola makan seseorang misalnya. Steptoe mencatat beberapa orang mungkin meningkatkan konsumsi makanan mereka saat sedang stres, sementara yang lain mungkin berhenti dan kehilangan selera makan. Selain itu, dia menyebutkan, berbagai jenis stres, baik yang terkait dengan pekerjaan, pengasuhan, maupun kejadian tertentu dalam kehidupan, mungkin memiliki dampak yang berbeda terhadap berat badan.
Meneliti berbagai pertanyaan yang masih menjadi misteri memang berada di luar lingkup data yang didapatkan Steptoe dan koleganya. Untuk menguak lebih dalam soal ini, tim peneliti yang dipimpin Dr Jane Wardle, juga dari University College London, menganalisis 32 studi internasional yang dilakukan terutama pada 1990-an dan 2000-an.
Semua penelitian menilai tingkat stres peserta studi, kemudian memantau subjek dari waktu ke waktu untuk melihat apakah ada hubungan antara stres dan berat badan berikutnya. Sebagian besar studi memantau peserta selama satu sampai tujuh tahun, tetapi beberapa di antaranya merupakan proyek jangka panjang yang memantau partisipan selama lebih dari 38 tahun.
Beberapa penelitian difokuskan pada tingkat stres peserta di tempat kerja, sementara yang lain mengukur tingkat stres dalam kejadian yang umum terjadi dalam kehidupan, meliputi trauma besar seperti mengalami penyakit serius atau perceraian dan masalah kehidupan sehari-hari.
Secara keseluruhan, para peneliti mengemukakan, 69 persen dari studi tersebut tidak menemukan adanya hubungan yang jelas antara tingkat stres dan berat badan.
Sekitar 25 persen studi mengaitkan tingkat stres yang lebih tinggi dengan penambahan berat badan yang lebih banyak, dan 6 persen sisanya menemukan bukti bahwa tingkat stres yang lebih tinggi terkait dengan penurunan berat badan dari waktu ke waktu. Ketika tim Wardle mengumpulkan hasil dari semua studi, mereka menemukan hubungan yang sederhana antara tingginya tingkat stres dan penambahan berat badan yang lebih banyak.
Secara umum, hubungan antara stres dan berat badan lebih kuat terjadi pada pria daripada wanita. Kata Steptoe, ini sebuah temuan menarik karena selama ini muncul “mitos” yang berlangsung di masyarakat bahwa stres memiliki dampak yang lebih besar pada berat badan wanita. Salah satu batasan dari studi ini, menurut para peneliti, mereka tidak bisa memeriksa adanya gangguan psikologis yang diidap para partisipan.
Penelitian ini hanya difokuskan pada paparan stres, dan tidak. Misalnya, apakah orang yang menderita depresi dalam merespons adanya penyebab gangguan tersebut. “Pesan umum (dalam studi ini) adalah berdasarkan penelitian ilmiah terbaik saat ini, stres tidak mungkin memainkan peran utama dalam meningkatkan berat badan atau obesitas bagi kebanyakan orang,” kata Steptoe.
“Bisa jadi beberapa orang lebih terpengaruh daripada yang lain,” tambahnya. “Tetapi lebih sedikit yang diketahui tentang hal ini (hubungan stres dan berat badan) saat ini,” kata Steptoe. Dia dan rekan-rekannya menyerukan lebih banyak penelitian tentang faktorfaktor yang mungkin dapat menjelaskan mengapa ada orang yang mengonsumsi makanan dalam respons terhadap stres dan yang lain tidak.
(SINDO//tty)
http://lifestyle.okezone.com
Comments
Post a Comment