SEBANYAK 70 persen pasien artritis reumatoid (AR) meninggal akibat komplikasi kardiovaskular. Sebaiknya cegah AR sedini mungkin. Nah bagaimana mengenali gejala dan mencegahnya?
Artritis reumatoid (AR) adalah suatu penyakit autoimun progresif yang ditandai dengan peradangan pada membran persendian.
Bila tidak segera diatasi, penyakit ini bisa membuat penderitanya mengalami kecacatan permanen yang tidak bisa disembuhkan.
”Penyakit ini bahkan bisa menyebabkan kematian,” kata guru besar Divisi Reumatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Prof Dr dr Harry Isbagio SpPD K-R K-GER.
Harry menegaskan, dampak kecacatan yang ditimbulkan dari penyakit ini, menghilangkan 50 persen pendapatan selama hidup baik untuk membeli obat, membeli sesuatu yang seharusnya tidak perlu. Diperkirakan 40 persen hingga 85 persen pasien penyakit ini tidak mampu bekerja apabila tidak diterapi secara tepat.
”Bila dibiarkan dan tidak diobati, kerusakan sendi sudah mulai terjadi pada 6 bulan pertama. Kecacatan terjadi pada 2–3 tahun,” paparnya dalam acara media workshop mengenai pentingnya terapi AR untuk mencegah dampak sistemik yang diadakan oleh PT Roche Indonesia beberapa waktu lalu.
AR diperkirakan menimpa lebih dari 21 juta orang di dunia atau secara global, 20–300 orang dari 100.000 orang/tahun terkena AR. Di Indonesia diperkirakan jumlah penderita mencapai 360.000 pasien. Saat ini prevalensi penyakit AR diperkirakan menyerang untuk 0,1–0,3 persen orang dewasa atau di atas usia 18 tahun, berbeda pada anak remaja, penyakit ini menyerang satu di antara 100.000.
”Angka AR di Indonesia tidak tinggi dibanding di negara lainnya, angka yang lebih besar ditemukan di Jepang, Pakistan, dan India,” ujar pakar reumatologi Indonesia ini.
Penyakit ini memiliki beberapa gejala sistemik yang disertai juga dengan rasa lelah, anemia, osteoporosis dan dapat menurunkan harapan hidup dengan mempengaruhi sistem organ-organ penting.
”Salah satu dampak komplikasi sistemik pada pasien AR adalah risiko terkena penyakit kardiovaskular,” ungkap staf pengajar Subbagian Reumatologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK Unpad/RS Hasan Sadikin Bandung, dr Laniyati Hamijoyo SpPD-KR.
Lebih jauh dokter yang akrab disapa dr Lani ini mengatakan, dalam jangka panjang, AR tidak hanya menyebabkan peradangan dan perusakan sendi, namun juga menyebabkan berbagai komplikasi yang berdampak pada tubuh, termasuk meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular.
Hal penting sehubungan dengan penyakit kardiovaskular yang perlu diperhatikan oleh pasien adalah risiko terkena serangan jantung ketika pasien sudah terdiagnosa AR.
Jika dibandingkan dengan orang yang sehat, dampak tersebut dapat mengurangi angka harapan hidup pasien sebanyak 5–10 tahun. Sebuah data menunjukkan sebanyak 70 persen pasien AR meninggal disebabkan oleh komplikasi kardiovaskular.
”Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu penyebab utama peningkatan kematian pada pasien AR,” ungkap dia.
Studi terbaru menunjukkan, 27 persen pasien AR menunjukkan gejala klinis gangguan kardiovaskular. Hal itu disebabkan kejadian kardiovaskular berhubungan langsung dengan peningkatan peradangan sistemik yang terjadi di luar sendi.
Itu sebabnya, jika menemukan gejala atau gambaran klinis AR, segera periksakan ke dokter. Karena jika tidak segera ditangani, penyakit yang juga sering disebut si pencuri kehidupan ini akan memberi dampak yang luar biasa, mulai dari kerugian dari sisi ekonomi, ketidaknyamanan, kecacatan, disabilitas, hingga kematian.
”Nyeri sendi juga bisa disebabkan oleh penyakit di luar rematik, seperti penyakit leukemia atau lupus. Segera berobat ke dokter jika nyeri sendi sudah berlangsung terus-menerus selama 6 minggu karena itu bisa jadi gejala AR,” saran Harry.
Berkaitan dengan menekan kejadian AR, dilakukan penelitian klinis tocilizumab, sebagai terapi biologi lini pertama, pada artritis reumatoid di Indonesia. Tocilizumab merupakan penghambat reseptor IL-6 (interleukin six), yang telah disetujui penggunaannya berdasarkan penelitian klinis yang saat ini merupakan yang terbesar pada AR.
Tocilizumab telah diteliti pada 5 uji klinik multinasional fase 3, yang melibatkan lebih dari 4.000 pasien sehingga menjadikannya uji klinik terbesar untuk artritis reumatoid sampai saat ini. Penelitian yang disponsori oleh Roche ini menunjukkan bahwa tocilizumab - terapi tunggal atau dikombinasikan dengan methotrexate atau DMARDs (Disease Modifying Arthritis Rheumatoid Drug) lain– bila dibandingkan dengan DMARD saja, secara bermakna lebih baik dalam hal mengurangi gejala atau tanda-tanda artritis reumatoid, menghambat progresivitas penyakit, dan mengurangi komplikasi sistemik pada pasien AR.
(SINDO//tty)
http://lifestyle.okezone.com
Artritis reumatoid (AR) adalah suatu penyakit autoimun progresif yang ditandai dengan peradangan pada membran persendian.
Penyakit ini tidak hanya menyerang sendi, tetapi juga bagian tubuh lainnya. Penyakit yang dalam istilah awamnya dikenal dengan penyakit sendi ini dialami oleh penderita yang umumnya merasakan peradangan yang menyebabkan kerusakan pada sendi. Penderita juga mengalami rasa nyeri, kaku, dan pembengkakan yang pada akhirnya mengarah pada kerusakan sendi yang tidak dapat diperbaiki serta kecacatan.
Bila tidak segera diatasi, penyakit ini bisa membuat penderitanya mengalami kecacatan permanen yang tidak bisa disembuhkan.
”Penyakit ini bahkan bisa menyebabkan kematian,” kata guru besar Divisi Reumatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Prof Dr dr Harry Isbagio SpPD K-R K-GER.
Harry menegaskan, dampak kecacatan yang ditimbulkan dari penyakit ini, menghilangkan 50 persen pendapatan selama hidup baik untuk membeli obat, membeli sesuatu yang seharusnya tidak perlu. Diperkirakan 40 persen hingga 85 persen pasien penyakit ini tidak mampu bekerja apabila tidak diterapi secara tepat.
”Bila dibiarkan dan tidak diobati, kerusakan sendi sudah mulai terjadi pada 6 bulan pertama. Kecacatan terjadi pada 2–3 tahun,” paparnya dalam acara media workshop mengenai pentingnya terapi AR untuk mencegah dampak sistemik yang diadakan oleh PT Roche Indonesia beberapa waktu lalu.
AR diperkirakan menimpa lebih dari 21 juta orang di dunia atau secara global, 20–300 orang dari 100.000 orang/tahun terkena AR. Di Indonesia diperkirakan jumlah penderita mencapai 360.000 pasien. Saat ini prevalensi penyakit AR diperkirakan menyerang untuk 0,1–0,3 persen orang dewasa atau di atas usia 18 tahun, berbeda pada anak remaja, penyakit ini menyerang satu di antara 100.000.
”Angka AR di Indonesia tidak tinggi dibanding di negara lainnya, angka yang lebih besar ditemukan di Jepang, Pakistan, dan India,” ujar pakar reumatologi Indonesia ini.
Penyakit ini memiliki beberapa gejala sistemik yang disertai juga dengan rasa lelah, anemia, osteoporosis dan dapat menurunkan harapan hidup dengan mempengaruhi sistem organ-organ penting.
”Salah satu dampak komplikasi sistemik pada pasien AR adalah risiko terkena penyakit kardiovaskular,” ungkap staf pengajar Subbagian Reumatologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK Unpad/RS Hasan Sadikin Bandung, dr Laniyati Hamijoyo SpPD-KR.
Lebih jauh dokter yang akrab disapa dr Lani ini mengatakan, dalam jangka panjang, AR tidak hanya menyebabkan peradangan dan perusakan sendi, namun juga menyebabkan berbagai komplikasi yang berdampak pada tubuh, termasuk meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular.
Hal penting sehubungan dengan penyakit kardiovaskular yang perlu diperhatikan oleh pasien adalah risiko terkena serangan jantung ketika pasien sudah terdiagnosa AR.
Jika dibandingkan dengan orang yang sehat, dampak tersebut dapat mengurangi angka harapan hidup pasien sebanyak 5–10 tahun. Sebuah data menunjukkan sebanyak 70 persen pasien AR meninggal disebabkan oleh komplikasi kardiovaskular.
”Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu penyebab utama peningkatan kematian pada pasien AR,” ungkap dia.
Studi terbaru menunjukkan, 27 persen pasien AR menunjukkan gejala klinis gangguan kardiovaskular. Hal itu disebabkan kejadian kardiovaskular berhubungan langsung dengan peningkatan peradangan sistemik yang terjadi di luar sendi.
Itu sebabnya, jika menemukan gejala atau gambaran klinis AR, segera periksakan ke dokter. Karena jika tidak segera ditangani, penyakit yang juga sering disebut si pencuri kehidupan ini akan memberi dampak yang luar biasa, mulai dari kerugian dari sisi ekonomi, ketidaknyamanan, kecacatan, disabilitas, hingga kematian.
”Nyeri sendi juga bisa disebabkan oleh penyakit di luar rematik, seperti penyakit leukemia atau lupus. Segera berobat ke dokter jika nyeri sendi sudah berlangsung terus-menerus selama 6 minggu karena itu bisa jadi gejala AR,” saran Harry.
Berkaitan dengan menekan kejadian AR, dilakukan penelitian klinis tocilizumab, sebagai terapi biologi lini pertama, pada artritis reumatoid di Indonesia. Tocilizumab merupakan penghambat reseptor IL-6 (interleukin six), yang telah disetujui penggunaannya berdasarkan penelitian klinis yang saat ini merupakan yang terbesar pada AR.
Tocilizumab telah diteliti pada 5 uji klinik multinasional fase 3, yang melibatkan lebih dari 4.000 pasien sehingga menjadikannya uji klinik terbesar untuk artritis reumatoid sampai saat ini. Penelitian yang disponsori oleh Roche ini menunjukkan bahwa tocilizumab - terapi tunggal atau dikombinasikan dengan methotrexate atau DMARDs (Disease Modifying Arthritis Rheumatoid Drug) lain– bila dibandingkan dengan DMARD saja, secara bermakna lebih baik dalam hal mengurangi gejala atau tanda-tanda artritis reumatoid, menghambat progresivitas penyakit, dan mengurangi komplikasi sistemik pada pasien AR.
(SINDO//tty)
http://lifestyle.okezone.com
Comments
Post a Comment