lumpuh, juga bisa menyebabkan seseorang menjadi afasia (kesulitan
bicara dan berkomunikasi).
Dokter spesialis saraf dari Omni Hospital Pulomas, dr Ronny Yoesyanto
SpS mengatakan, penyakit stroke merupakan gangguan pembuluh darah otak
yang terjadi tiba-tiba. Kasusnya bisa berupa penyumbatan atau pecahnya
pembuluh darah sehingga mengakibatkan pendarahan di otak. Salah satu
efek dari stroke, Ronny menyebutkan, adalah afasia yakni seseorang
tidak dapat lagi berkomunikasi atau sulit berbicara.
Umumnya, tingkat keparahan dan luasnya cakupan penderita afasia
tergantung lokasi dan keparahan cedera otak. Sementara itu, dokter
spesialis bedah saraf dari Omni Hospital Pulomas, Prof Dr Sidiarto
Kusumoputro SpS mengatakan, afasia merupakan salah satu dampak yang
ditimbulkan dari penyakit stroke.
"Afasia atau gangguan berbahasa adalah ketidakmampuan orang untuk
melakukan komunikasi linguistik," papar Sidiarto di seminar "Gangguan
Berkomunikasi pasca-Stroke" di Omni Hospital Pulomas, pekan lalu.
Di otak terdapat berbagai bagian dengan fungsi yang berbeda-beda. Pada
kebanyakan orang, bagian untuk kemampuan menggunakan bahasa terdapat
di sisi kiri otak. Jika terjadi cedera pada bagian bahasa di otak,
maka terjadilah apa yang disebut afasia ini. Sidiarto mengatakan,
gejala afasia banyak dijumpai sebagai akibat sebuah stroke di belahan
(hemisfer) otak kiri yang memang menjadi pusat berbahasa bagi orang
yang cekat tangan kanan (right hinder).
"Afasia adalah gangguan linguistik atau tata bahasa yang dijabarkan
sebagai sebuah penurunan dan disfungsi dalam isi, bentuk, penggunaan
bahasa, dan terkait dengan proses kognitif," tutur spesialis saraf
lulusan Universitas Indonesia ini.
Pada beberapa pasien, penderita afasia dapat mengerti bahasa dengan
baik, tetapi yang menjadi kendala bagi mereka adalah kesulitan untuk
mendapatkan katakata yang tepat atau sulit berkomunikasi.
"Diperlukan peranan keluarga atau orang terdekat dalam menangani
pasien afasia. Beruntunglah orang Indonesia yang masih banyak dirawat
keluarganya. Artinya, pihak keluarga harus sabar dalam berkomunikasi
dengan pasien afasia," sebut Sidiarto yang sudah menerbitkan delapan
buku ini. Sidiarto juga menjelaskan, stroke merupakan suatu kondisi
yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak tiba-tiba
terganggu.
Dalam jaringan otak, kurangnya aliran darah menyebabkan serangkaian
reaksi biokimia, yang dapat merusakkan atau mematikan sel-sel otak.
Kematian jaringan otak dapat menyebabkan hilangnya fungsi yang
dikendalikan jaringan tersebut.
"Stroke disebabkan adanya penyumbatan pembuluh darah otak atau karena
bocornya pembuluh darah sehingga menimbulkan perdarahan otak,"
paparnya.
Sementara itu, Ronny mengatakan, stroke merupakan penyakit yang
memiliki gejala samar. Beberapa gejala tersebut di antaranya pikun,
penurunan daya ingat, atau bicara menjadi cadel. Untuk serangan stroke
yang parah bisa juga terjadi, seperti badan menjadi lumpuh sebelah,
kejang, bicara menjadi cadel atau pelo, penglihatan berkurang hingga
buta sama sekali, koma, dan pusing berat.
"Beberapa penanganan harus segera diatasi karena apabila tidak
diatasi, tidak menutup kemungkinan penyakit ini bisa semakin parah,"
sebutnya. Ronny juga menambahkan, dalam menangani stroke terdapat
istilah golden period atau jangka waktu terbaik penanganan stroke,
yakni paling lama empat jam usai serangan atau setelah timbul gejala.
"Tingkat keparahan pada stroke apabila tidak segera diatasi, bisa
menimbulkan kecacatan sampai kematian," tutur dokter yang mengambil
kedokteran umum di Universitas Brawijaya, Malang. Bila dapat
diselamatkan, terkadang si penderita kehilangan ingatan atau afasia.
(sindo//lsi)
Sumber; OkeZone.com
selamat siank dokter,,,
ReplyDeletesaya pandi,, mahasiswa FK,,
dokter, syaa ingin melakukan penelitian tentang hubungan afasia dengan kualitas hidupnya pada pasien stroke..
mohon referensi dan artikelnya ya dokter,,
trims